Bermula dari gagal bayar kepada nasabah karena uang perusahaan “tidak ada” muncul kasus PT.Asuransi Jiwa Sraya, dimana Jiwa Sraya merupakan perusahaan BUMN yang notabene perusahaan milik Negara Republik Indonesia dan tentunya uang perusahaan dan segala asset, keuntungan merupakan milik Negara yang dapat masuk APBN sesuai aturan yang berlaku, cara penggunaan juga harus sesuai prosedur yang ada.
Keuangan Negara jika disalahgunakan atau
tindakan yang dapat merugikan keuangan Negara dapat dijerat dengan
undang-undang tindak pidana korupsi, dimana kejahatan korupsi dikategorikan
kejahatan luar biasa, dimana penyidikan, penyelidikan awal dapat dilakukan oleh
KPK, Kejaksaan dan Polisi. Kenapa kasus ini dibawa keranah pidana dan ditangani
oleh Kejaksaan Agung, jawabnya adalah karena ada dugaan tindakan yang merugikan
Negara. Lha inikan yang melakukan korporasi jadi yang bertanggungjawab ya
PT.Asuransi Jiwasraya, direksikan hanya menjalankan tugas berdasar
undang-undang Perseroan Terbatas, kenapa Direksi juga ikut disalahkan?
Bagaimana Tanggungjawab Direksi terhadap Perseroan
Terbatas Salah Urus ? jika Direksi menjalankan tugas dengan penuh tanggug jawab,
berhati-hati, sesuai Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga dan Undang-undang
PT dan undang-undang terkait maka direksi dapat dibebaskan dari segala
tanggungjawab atas tugasnya sebagai Direksi, begitu juga sebaliknya jika
Direksi dalam menjalankan tugas lalai dan tidak berhati-hati maka bisa jadi
bertanggungjawab secara pribadi, jadi begitu berat tugas Direksi di perseroan
terbatas.
Dalam hukum perusahaan mengenai tindakan
Perseroan Terbatas (PT) diwakili oleh Para Direktur yang bisa terdiri dari beberapa
orang dimana kumpulan direktur disebut Direksi, Direksi merupakan organ
perseroan dimana tugas dan wewenangnya diatur dalam AD / ART dalam Akta
Pendirian dan atau perubahannya juga secara pokok diatur dalam undang-undang PT
dan aturan terkait, tindakan-tindakan Direksipun diatur secara rinci dalam AD/
ART Perseroan secara teknis dan terdapat beberapa batasan yang mengharuskan
dalam melakukan tindakan tertentu harus mendapat persetujuan dari Komisaris dan
atau Pemegang Saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Baca Juga : Direksi Perseroan Jabatan Menterang Risiko Juga Mengancam
Kebali kita mencermati kasus Jiwa Sraya (JS),
fakta-fakta hukum sekunder yang ada yang didapat dengan membaca berita dari
sumber yang mendekati terpercaya dan cenderung valid. Sebab dari kerugian
keuangan Jiwasraya adalah menempatkan “DANA” (DANA itu kami sebut uang
perusahaan), nah … dimana Dana itu ditempatkan, menurut laporan keuangan bahwa
sebagian besar uang di tempatkan di perusahaan-perusahaan BUMN dan BUMD, lha
kan bagus di investasikan di perusahaan milik Negara dan pemerintah, kok disalah-salahkan,
untung rugi itukan biasa, mugkin pas lagi rugi tuh perusahaan BUMN dan BUMD
yang di modalin. Masalahnya perusahaan-perusahaan yang dimodalin tersebut
merupakan perusahaan terbuka dimana masyarakat umum swasta juga dapat memiliki
modal tersebut meski hanya beberapa persen saja. Kenapa salah?
Denger-denger dari berita sih sahamnya
“dogoreng” penulis sendiri juga tidak paham saham kok di goring? Jadi begini
kira-kira menurut yang di pahami penulis, goreng saham tuh sahamnya di genjot
(entah gimana cara nya tidak paham) agar harganya menjadi naik-naik hingga
tinggi … bahkan hingga naik 100%, terus kalo harga naik siapa yang untung ya
tentu pemegang saham ketika membeli di harga rendah … nah saat harga udah naik
pemegang saham tadi menjual saham-saham nya dah untung tuh, misal beli saat
harga rendah sebelum di kerek dan jual ketika harga tinggi setelah di kerek
naik, kira-kira seperti itu. Caranya mengkerek gimana, kita juga tidak tahu
cara nya, sedikit tahu dulu di pelajaran ekonomi kalau banyak yang beli maka
harga akan naik dan sebaliknya, bisa jadi banyak permintaan saham jadi harga
jadi naik. Pertanyaanya bagaimana agar suatu saham banyak permintaan? Ya suruh
aja orang-orang beli saham tersebut, menurut pemikiran kita sih seperti itu,
kalo salah tolong di koreksi.
Selain masalah kerugian perusahaan akibat
penempatan DANA yang tidak pas “beresiko tinggi” menurut ahli dalam managemen
investasi, juga akibat produk JS Plan yang memberikan imbal hasil fiks, dimana
saat ini OJK (otoritas jasa keuangan) melarang produk-produk yang semacam itu.
Ini hanya contoh dan bukan angka sebenarnya, jika uang dari JS plan misal 100
dengan imbal hasil fiks tahunan 7% (tujuh persen) maka uang nasabah harus ada
107, nah dari mana uang 7 itu? Dari hasil investasi, iya bener dari hasil
investasi, sekarang jika investasinya gagal alias rugi? Uang 100 malah jadi 50
(misal) kan rugi, istilah “Fiks Imbal Hasil” itulah kata kunci kedua dari kasus
ini, karena dengan kata-kata fiks maka segala risiko di tanggung oleh penjual
produk tersebut, lain cerita kalau investasi JS berhasil misal uang 100 jadi
125 maka masih ada keuntungan karena beban klaim perusahaan 107.
Untuk beberapa tahun sebelum kasus memang
investasi JS mendapat keuntungan, namun sayang nya masih berbentuk keuntungan
potensial dan belum di realisasikan (entah apa sebabnya), bisa jadi ini memang
murni dari kerugian dari investasi karena “harga” pasar modal lagi buruk,
karena investasi itu kan tinggi risiko apalagi di saham-saham bursa efek.
Apakah semua itu merupakan tindakan merugikan
Negara? Karena sebuah produk yang tujuannya mencari nasabah dan itu behasil
menarik nasabah, dan karena kerugian investasi apakah bisa disebut merugikan
Negara, apakah semua BUMN selama ini selalu untung? Banyak yang BUMN dilapokan
merugi namun sejauh pengetahuan penulis tidak di seret ke ranah pidana, mungkin
diberhentikan iya, namun ini hanya asumsi penulis saja atau sekedar opini
karena penulis tidak memiliki data yang otentik, hanya medengar dari berita
baik televisi atau media online.
Ketika kita mencermati sebagian dimana JS
menginvestasikan DANA nya, menurut hasil penelusuran penulis dari prospectus
PT.Properti Tbk, kepemilikan saham PT.Asuransi Jiwasraya (persero) di
perusahaan tersebut sekitar 5,247,243,770 lembar atau
8.51% dari seluruh saham PT. Properti Tbk., yang kita tahu saham berkode PPRO
tersebut saat ini mencapai level harga terendah Rp.50,- / lembar saham, itu
artinya saat ini investor secara umum menjauhi beli saham tersebut, karena
harga gocap adalah harga saham tidak sehat. Selain di PPRO tentu masih banyak
DANA yang di investasikan ditempat lain, PPRO hanya salah satunya saja. SMBR
(Semen Batuaja (persero) tbk) juga perusahaan BUMN yang JS punya modal sebesar 913,172,000 lembar saham atau 9.19%.
Secara hukum jika
tidak ada kerugian yang dialami PT. Asuransi Jiwasraya (persero) meski sempat
gagal bayar, jika pihak pengelola bergerak cepat mengatasi dengan skill dan knowlege
yang mumpuni dalam mengelola perusahaan asuransi tentu tidak akan di usut sebagai
tindak pidana korupsi, tapi nasi telah menjadi bubur. Kita coba berprasangka
baik atas “cara kerja” direksi lama (di duga goreng saham / dapat di bilang
sumber apinya), memang setiap kebijakan ada resiko, kita anggap kebijakan
direksi lama adalah untuk memajukan perusahaan dengan kata lain agar JS untung,
dengan menginvestasikan di perusahaan pilihan mereka (yang di duga saham di goreng)
dan menggunakan strategi promosi fiks imbal hasil dari produknya, memang risiko
besar dan 100% ditanggung jiwasraya atas produk tersebut, namun positifnya
produknya laris manis hingga asset uang yang di kelola JS meningkat. Anggap aja
salah strategi dan niatnya memang menguntungkan perusahaan bukan sebaliknya
(pendapat saja), karena ada asas hukum praduga tidak bersalah.
Nah, kita anggap
perbuatan para pemain JS ini bertindak seperti apa yang di sangkakan seperti
“mengoreng saham” atau bisa disebut permufakatan “jahat” atau bekerjasama untuk
saling menguntungkan pihak-pihak yang bekerjasama. Seandainya!!!, saham-saham
yang di pegang JS sampai saat ini masih tinggi atau di harga wajar sehingga
keuangan JS masih sehat, maka menurut pendapat penulis kejaksaan tidak akan
mencermati apa yang dilakukan mereka, ya … karena ramai – ramai para nasabah JS
mengadu … kemudian ada audit atas JS, sehingga munculah kasus ini.
Tulisan ini bukan
bermaksud mengadili atau mencari kebenaran, namun hanya sekedar berpendapat
sejauh apa yang diketahui penulis (antah benar atau salah) yang di dapat dari
media berita kemudian di analisis dengan aturan yang ada dan pengetahuan yang
sedikit dari penulis, dan dari apa yang
diketahui tersebut maka penulis berpendapat seperti diatas, jika memang
pendapat penulis salah maka memang itu bukan fakta hanya sekedar analisa
terbatas saja tanpa mendalami fakta-fakta dan data-data yang otentik secara
mendalam alias sampulnya saja.
Referensi Sumber
data :
https://www.wartaekonomi.co.id/read263518/ini-lho-saham-gorengan-yang-buat-jiwasraya-rugi
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik agar tidak melanggar hukum dan agama