Lawyer diusir di Sidang Ke 3 PHPU Pilpres 2019

___________
sumber gambar
youtube.com/official NET news/

        Seperti dilansir dari live streaming youtube.com/IDN Times (19/06/2019), sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan umum presiden 2019 tengah berlangsung di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta. Saat agenda sidang pemeriksaan saksi-saksi, terjadi perdebatan antara pengacara - advokat dari pemohon (paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi) dengan salah satu hakim MK, “Kalo pak Bambang (BW) tidak stop akan saya suruh keluar”, ancam salah satu hakim Mahkamah Konstitusi (Arief Hidayat), dan sepertinya pak BW (Bambang Widjojanto) tidak terima akan ancaman tersebut dengan memberikan argumennya dan berkata “Kalo saksi saya dalam tekanan terus saya akan menolak”, namun akhirnya pak BW stop, sehingga semua terkendali dan persidangan dilanjutkan untuk mendengar keterangan saksi dari pihak Pemohon (paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi), saksi tersebut bernama Idham. Ketegangan terjadi karena menurut advokat  pengacara pihak Pemohon (paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi) yaitu pak BW, menurutnya hakim dalam menggali keterangan saksi terkesan memberi tekanan kepada saksi, namun menurut hakim konstitusi Arief Hidayat maksudnya bukan begitu (bukan tekanan), sehingga hakim melanjutkan dialog dengan saksi mengenai posisi saksi saat pilpres 2019 pada 17 April 2019 lalu. 

        Saksi yang bernama idham tersebut memberikan kesaksian tentang Daftar Pemilih Tetap (DPT) bermasalah yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, meskipun pada saat itu ia berada di Kampung, tetapi saksi tersebut mengaku diberi data base / file mengenai data DPT dari DPP Partai Gerindra untuk di cermati. Saksi idham menerangkan kepada hakim di persidangan bahwa terdapat DPT dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) berkecamatan siluman, NIK Rekayasa, pemilih ganda, dan pemilih dibawah umur.

        Menurut hukum acara Mahkamah Konstitusi atau undang-undang Kekuasaan Kehakiman, apakah boleh seorang hakim mengeluarkan pihak tertentu dalam sidang, dalam pasal 86 undang-undang Mahkamah Konstitusi berbunyi : “Mahkamah Konstitusi dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan kewenangan menurut undang-undang ini (UU MK)”, salah satu aturannya adalah Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 04 tahun 2014 tentang pedoman beracara dalam perselisihan hasil pemilihan umum (PMK No. 04 / 2014). UU MK, UU Kekuasaan Kehakiman dan PMK No. 04 / 2014 tersebut secara langsung maupun tidak langsung memberi wewenang terhadap para hakim untuk mengatur jalannya sidang, untuk menjaga kemandirian peradilan, karena hakim mempunyai kekuasaan tertinggi saat sidang, jadi jika dirasa mengganggu kelancaran sidang atau mempengaruhi kemandirian peradilan maka hakim boleh meminta keluar seseorang atau pihak tertentu dalam sebuah persidangan sebagai upaya menjaga kemandirian peradilan, termasuk mengatur advokat saat sidang di lingkungan MK.

Post a Comment

Berkomentarlah yang baik agar tidak melanggar hukum dan agama

Lebih baru Lebih lama