Nabi Muhammad S.A.W. telah ditulis dikitab terdahulu yakni Taurat & Injil, Nabi Muhammad S.A.W. lahir di Makah pada tahun 570 M (kurang lebih) atau pada tahun gajah. Pada umur 40 tahun diangkat menjadi Rasulul sekitar 611 M, Rasullullah SAW wafat di Madinah pada tahun 632 M (sumber : kumparan .com oleh Tim Editor).
Semasa
hidup beliau pernah menjadi hakim untuk memutuskan suatu perkara yang dialami
umat pada waktu itu, peradilan masa Rasulullah SAW pada awalnya dipegang
langsung oleh Rasulullah SAW, beliau sendiri yang menjadi hakim atas berbagai
persoalan dan sebagai pemimpin umat, setelah Islam mulai berkembang dan
kekuasaan semakin melebar, Rasulullah SAW mulai mengangkat sahabat-sahabatnya
untuk menjalankan kegiatan bidang peradilan di berbagai tempat, diantaranya
Muadz Jabal ra, ditunjuk menjalankan kekuasaan peradilan di daerah Yaman dan
Atab Bin Asid yang menjadi hakim di Mekah (sumber : Asadulloh Al Faruq, Hukum
Acara Peradilan Islam, (Jakarta : Pustaka Yustisia, 2009).
Rasulullah
memutuskan perkara berdasarkan wahyu yang diturunkan oleh Allah, para penggugat
dan tergugat (para pihak yang berperkara) hadir dihadapan Nabi SAW, maka Nabi
SAW mendengar keterangan para pihak yang sedang berperkara. Sesudah Islam
tersebar Rasulullah mengijinkan para sahabat memutuskan perkara sesuai
ketetapan Allah, Sunnah, ijtihad atau qiyas. Nabi membenarkan para hakim
mempergunakan qiyas untuk memutuskan perkara-perkara sengketa, sebab hukum
dalam al Qur’an dan Sunnah Nabi mengenai beberapa kejadian saja dan
petunjuk-petunjuk hanya mengandung hal-hal yang umummiyah bukan juz’iyah yang
terus menerus terjadinya di setiap masa dan tempat.
Peradilan
Islam masa Khulafa’ Rasyidin, yang
pertama menggantikan Nabi SAW sebagai pemimpin Islam yaitu Abu Bakar
ash-Shiddiq, kemudian Umar bin Khatab, kemudian Usman bin Affan dan selanjutnya
Ali bin Abitholib (sumber : Jaih Mubarok, Sejarah
dan Perkembangan Hukum Islam, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 2000, cetakan
ke 1 halaman 37). Pengadilan agama di Indonesia tidak lepas dari proses masuknya Islam ke Nusantara baik di jawa dan pulau lainnya, karena pengadilan agama adalah salah satu produk dari ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi SAW.
· Peradilan
masa Bani Umayah
Sekitar tahun 661 H – 750 H dinasti Umayyah
menjadi pemimpin di dunia Islam, Al-qadha
dikenal dengan al-Nizham al-Qadhaaiy
(organisasi kehakiman), dimana kekuasaan kehakiman (peradilan) dipisahkan dari
kekuasaan politik. Ada dua ciri peradilan di masa ini yaitu :
1. Hakim
memutus perkara menurut hasil ijtihadnya sendiri, dalam hal-hal yang tidak
terdapat dalam nash atau ijma’, ketika itu mazhab belum lahir dan
belum menjadi pengikat bagi keputusan-keputusan hakim, pada waktu itu hakim
hanya berpedoman kepada Al-Qur’an dan Sunnah.
2. Lembaga-lembaga
peradilan pada masa itu belum dipengaruhi oleh penguasa. Hakim memiliki hak
otonom yang sempurna, tidak dipengaruhi oleh keinginan-keinginan penguasa
sendiri, khalifah selalu mengawasi gerak-gerik hakim dan memecat hakim yang
menyeleweng dari garis yang ditentukan.
(sumber : Muhammad Salam Madkur : “Al-Qadha Fil Islam”, diterjemahkan oleh Drs. Imran AM dengan judul “Peradilan Dalam Islam” (Surabaya : Bina Ilmu,1991) cetakan ke 4 hal.20)
· Peradilan masa Bani Abassiyah
Pada
masa ini mulai nampak perbedaan pendapat dari para hakim karena perbedaan
mazhab di daerah satu dengan yang lain terkadang berbeda madzab (sumber : Basiq
Djalil, Peradilan Islam, (Jakarta :
Amzah, 2012 hal.36). Salah satu pendiri
madzab yang disebut mazhab hanafi yaitu Imam Abu Hanifah seorang ulama bermukim
di Kufah Irak (sekitar 150 H), karyanya Kitab
Al-Akbar, Al-Fiqh Al-Abasath dan Al-Alim Wa Al-Muta’alim. Imam Abu
Hanifah memiliki murid salah satunya Abu Yusuf (182 H) dan Muhammad bin
Al-Hasan Al-Syaiban (189H). Menarik perhatian pemimpin saat itu adalah karya
Abu Yusuf yaitu Kitab al-Atsar dan
kitab Al-Kharaj, kedua karyanya
menarik pemerintah pada era Abbasiyah, Khalifah Harun Al-Rasyid (786 – 809
Masehi) maka dari itu Khalifah Harun Al-Rasyid mengangkat Abu Yusuf sebagai
Hakim Agung yang salah satu tugas nya adalah mengangkat Hakim lokal selain
memutus persoalan hukum. Dalam hal ini Abu Yusuf lebih banyak mengangkat para
ahli yang memiliki kemampuan memutuskan hukum dengan metode Imam Abu Hanifah
(sumber : lokadata.id penulis M Khiorul Huda, L.c.).
Dilansir
dari (www.kompas.com
19/04/2021) Pada 1258 Masehi, tentara mongol sekitar 200.000 orang menyerang
Baghdad. Penguasa Kekhalifahan Abbasiyah saat itu tidak berdaya membendung
tentara mongol, sehingga masa ini Baghdad jatuh ke tangan bangsa mongol secara
otomatis mengakhiri kekuasaan Bani Abbasiyah di Baghdad (sumber : Galbinst,
Yuri (2010). “Islam : Dari Rashidun Ke
Khalifah Abbasiyah”. Caceres : Cambridg Stanford Books). Selanjutnya
diceritakan pemimpin Khalifah Abbasiyah saat
itu berlindung di Kairo (sekitar 1508-1517 Masehi) (sumber : Wikipedia.org)
sebagai pemimpin di Bagdad yang jatuh ke
tangan Mongolia maka pemimpin Kekhalifahan Abbasiyah saat itu berlindung di
Kairo (Mesir) yang saat itu dipimpin oleh Mamluk (1250-1517 M) sehingga
Kesultanan Mamluk mengklaim gelar Khalifah bani Abbasiyah sejak 1261 M
hingga-1517M), yang setelah 1517 M daerah Mesir (Kairo) dikuasai oleh Ottoman
dari kerajaan Turki (sumber : www.republika.co.id
15/01/2020 “Sejarah Kairo Sebagai Titik
Penting Peradaban Islam”).
Usmaniyah
Turki (Ottoman) di Turki, dilansir dari (kompas.com 14/02/2020) pendiri
kekaisaran Ottoman adalah Osman, Turki Usmani pada saat kejaannya pernah menyerang
dua kekuatan besar di sekitarnya yaitu Kerajaan Mamluk (Mesir) dan Kekaisaran
Byzantium (Milik Romawi), tahta kekaisaran Osman dilanjutkan putranya Orhan. Setelah
sultan ke IX Dinasti Ustmaniyah menakhlukan Dinasti Mamluk mau tidak mau harus
menyerahkan kendali pemerintah atas dua kota suci, Makah dan Madinah. Dengan
menguasai haramain, Turki Ustmaniyah layak mengenakan julukan khlalifah,
transisi dari Dinasti Mamluk ke Turki ditandai dengan upacara simbolis di
Konstatinopel (Istambul) pada 1517 M, Mamluk diwakili al- Mutawakkil III,
khalifah terakhir Dinasti Abbasiyah yang berlindung di Kairo setelah bangsa
Mongol menyerang Baghdad (sumber : republika.co.id 15/09/2020).
Dilansir
dari kompas.com (22/07/2021) kekaisaran Turki Usmani (Ottoman) adalah kerajaan
Islam terbesar yang berkuasa antara abad ke – 13 hingga awal abad ke 20,
berikut daftar sultan Turki Usmani :
1. Osman
I (1299-1324),
2. Orhan
I (1324-1362),
3. Murad
I (1362-1389),
4. Bayezid
I (1389-1402),
5. Mehmed
I (1413-1421),
6. Murad
II (1421-1444)
7. Mehmed
II (1444-1446)
8. Bayezid
II (1481-1512)
9. Dan
masih ada banyak lagi hingga pada tahun 1918-1922 (Mehmed VI)
Disini
penulis ingin menggaris bawahi catatan sejarah yang terlacak pada jaman
kesultanan Usmani pada masa kesultanan Mehmed I (1413-1421) dan kesultanan sebelummya,
ada suatu kisah (mitologi atau fakta hanya Allah yang maha tahu) bahwa sultan Usmaniah
mengutus beberapa ribu penduduk beragama Islam untuk bermukim di pulau jawa,
namun dikabarkan mereka menghilang (ada yang bilang meninggal karena sakit dan
dimakan bisatang buas, ada yang bilang meninggal karena makhluk ghoib penghuni
pulau jawa waktu itu), dikisahkan penguasa tanah jawa dan masyarakat jawa saat
itu tidak dapat menerima mereka, hingga beberapa kali mengirim utusan namun
gagal, hingga akhirnya mengerahkan ulama salah satunya seikh Subakir dan berhasil
menakhlukan pulau jawa untuk dihuni manusia.
Dapat
diterka kapan kira-kira Seikh Subakir ke Indonesia menyebarkan Islam di Jawa, yaitu
tahun sekitar 1404 Masehi jika dilihat dari sejarah kekaisaran Ottoman, jika
dilihat sebelum kesultanan Mehmed I ada jeda waktu antara (1403-1413) dapat di
asumsikan ada kesultanan peralihan (antara) jika ditelusuri adalah sultan Al
Ghabah, nah pada masa saat itu kira-kira seikh Subakir diutus, pada tahun
sekitar 1404-1421 Indonesia belum ada, yang ada wilayah kerajaan-kerajaan pada
sekitar tahun itu masih ada kerajaan Majapahit pada masa itu Majapahit
mendekati kemunduran sekitar abad 15 (1478 M), kerajaan Majapahit terpecah sebab
daerah-daerah kekuasaannya mulai melepaskan diri dari Majapahit sepeninggalan
Hayamwuruk yang didampingi patih Gajahmada (1350 – 1389 M).
Kebali
ke masyarakat Jawa waktu itu yang kebanyakan masih menganut adat kebiasaan
sebelumnya selama dikuasai Majapahit, ada beberapa kisah penghuni jawa waktu
itu ganas dan suka memangsa manusia, ada juga kisah yang mengatakan hal itu
karena pengaruh magis dari alam ghaib waktu itu dimana menurut suatu kitab yang
menjelaskan sejarah tanah jawa, tentang kisah Seikh Subakir pada waktu itu
keadaan dipulau jawa masih banyak hutan belantara dan dihuni makhuk halus,
selain masyarakat dari kerajaan Majapahit yang kemungkinan masih jarang antara
daerah satu dengna daerah lain karena masih terpisah hutan belantara sehingga
dikatakan kosong karena banyak hutan belantara meski sudah ada mesyarakat
pribumi yang kemungkinan masih sedikit. Bertepatan dengan waktu itu pula
dikisahkan adanya penyebar agama Islam dari cina yaitu laksamana Cheng Ho, yang
juga beragama Isalam, dapat di asumsikan bahwa ada beberapa jalur pada masa itu
dalam penyebaran Islam di Jawa, hanya saja Laksamana Cheng Ho ini menyebarkan
Islam dari pesisir utara.
Islam
di jawa masa Seikh Subakir, dilansir dari National Geographic Indonesia
(nationalgeographic.grid.id (25/07/2015) Majapahit mengalami keruntuhan setelah
ditinggal Hayamwuruk, kerajaan Majapahit sebagai penguasa tanah jawa waktu itu
yang bercorak Hindu dan Budha sehingga mempengaruhi spiritual masyarakat tanah
jawa waktu itu. Majapahit berkali-kali berganti pemimpin konflik internal
menyebabkan berbagai perang, mempercepat kehancuran kerajaan yang berhasil
hampir menguasai seluruh daerah di Nusantara dan beberapa daerah di Asia
Tenggara ini. Runtuh nya Majapahit mengakhiri kerajaan bercorak hindu dan budha
di tanah Nusantara, sebab setelah Majapahit runtuh, dilanjutkan bermunculan
kerajaan-kerajaan Islam, dipulau Jawa yang dahulunya menjadi pusat pemerintahan
Majapahit tergantikan kerajaan Demak yang bercorak Islam.
Dapat
diambil kesimpulan masa-masa Seikh Subakir berdakwah di Indonesia bertepatan
dengan saat-saat keruntuhan Majapahit, yang kemudian tergantikan kerajaan Demak,
bertepatan itu pula bangsa Asing mulai berkoloni di bekas daerah Majapahit
tersebut, hingga datang bangsa Portugis, kemudian Belanda yang menjajah 350
Tahun. Menurut beberapa tulisan sebelum seikh subakir memang sudah ada
pendakwah seperti seikh Jumadil Kubro yang berdakwah sejak jaman Majapahit, setelah
Seikh Subakir datang di Jawa bertepatan dengan keruntuhan Majapahit yang menjadi
peluang bagi jalannya masuk dakwah karena lambat laun terbebas dari tekanan
penguasa dan Hindu-Budha saat jaman Majapahit, sehingga termasuk berhasil dalam
berdakwah di pulau Jawa, ditambah kerajaan Demak yang mulai menjadi pusat
pemeritahan di pesisir utara Jawa menggantikan Majapahit di Jawa sekitar abad
15.
Setelah
itu muncul kerajaan-kerajaan lain dan berbarengan dengan masa penjajahan
belanda di Hindia Belanda, sehingga kolonial belanda mempengaruhi pola
peradialan agama saat ini, dengan adanya hukum Acara Perdata yang dipakai dalam
hukum acara peradilan agama yang sedikit banyak terpengaruh oleh kolonial
belanda.
Kisah
diatas diambil dari berbagai sumber mengenai ketepatan alur cerita tidak dapat
dipertanggungjawabkan karena penulis belum menemukan bukti sejarah yang
otentik, sehingga bisa jadi kisah diatas ada selisih perbedaan waktu atau
kejadian yang tidak dapat di narasikan dan didiskripsikan sesuai kenyataan,
dapat dikatakan tulisan ini antara mitologi dan fakta kehidupan sejarah masa
lampau meski tidak 100% tepat, ada kekhilafan semoga dimaafkan dan semoga
tujuan penulisan ini bermanfaat untuk khalayak ramai khususnya para pihak yang
berkepentingan atau memiliki peran dalam dunia Islam atau peradilan Islam di
Indonesia.
· Peradilan
masa kolonial belanda di Indonesia
Sejak tahun 1800 M para ahli
hukum kebudayaan Belanda mmengakui bahwa di kalangan masyarakat Indonesia Islam
merupakan agama yg sangat dijunjung tinggi oleh pemeluknya. Penyelesaian
sengketa kemasyarakatan selalu merujuk kepada ajaran agama Islam, baik soal
ibadah politik, ekonomi dan kemasyarakatan lainnya. Atas fenomena ini maka para
pakar hukum belanda berkeyakinan bahwa di tengah-tengah komunitas itu berlaku
hukum Islam, termasuk dalam mengurus peradilan pun diberlakukan uu agama Islam.
Sebelum Belanda melanncarkan politik hukumnya di Indonesia, hukum Islam sebagai hukum yang berdiri sendiri telah memiliki kedudukan yg kuat baik di peraturan per UU an maupun di masyarakat. Karajaan 2 Islam yg pernah berdiri di Indonesia melaksanakan hukum Islam dalam wilayah kekuasaan masing-masing. Usaha untuk menghapus peradilan agama oleh VOC dengan cara mengurangi kewenangan peradilan agama sedikit demi sedikit. Pada tahun 1830 Belanda memempatkan peradilan agama dibawah pegadilan umum (landraad), hanya lembaga landraad yang berkuasa untuk memerintahkan pelaksanaan putusan pengadilan agama dalam bentuk “executoir verklaring” pengadilan agama tidak berhak menyita barang dan uang (Daud Ali : 223) bersambung .....
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik agar tidak melanggar hukum dan agama