Upaya Hukum Pra Peradilan

Salah satu upaya hukum adalah pra-peradilan upaya ini dapat dilakukan mengenai syarat formal dalam hal penyidik menetapkan tersangka, jika terbukti tidak memenuhi syarat formal maka tersangka dapat dibebaskan dari sangkaan perbuatan pidana akibat cacat formal dalam penetapan sebagai tersangka tersebut.

Salah satu kasus “santer di TV” yang menjadi sorotan dalam upaya praperadilan ini adalah seorang Jendral Polisi (BG) pada waktu itu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dikala akan diajukan sebagai calon tunggal kapolri waktu itu, kemudian beliau mengajukan upaya hukum praperadilan mengenai tidak sahnya penetapan sebagai tersangka karena tidak memenuhi syarat formal untuk ditetapkan sebagai tersangka, sehingga hakim dalam praperadilan pada waktu itu menetapkan bahwa penetapan beliau sebagai tersangka adalah tidak sah sehingga lepas dari persangkaan selama belum terpenuhi syarat formal tersebut.

Begitu juga dalam kasus ini, profesi lain dapat memakai upaya pra-peradilan agar terhindar dari jerat persangkaan pidana, semisal saat ini muncul beberapa pejabat Notaris / PPAT yang ditetapkan sebagai tersangka dalam mafia tanah, notaris sebelum diperiksa harus mendapat ijin dari MKN (untuk menjadi saksi atau tersangka), maka jika menurut hakim sebelum penetapan tersangka harus ada ijin MKN maka jika penetapan sebelum ada ijin MKN atau sebab lain (sehingga cacat formal) maka penetapan penahanan / tersangka dapat dibatalkan oleh pengadilan dalam upaya hukum pra-peradilan. Namun, upaya hukum ini hakim yang akan menetapkan apakah dikabulkan atau ditolak.

Dasar hukum upaya pra-peradilan ini dapat dilihat dalam pasal-pasal dalam KUHP, apa saja yang dapat dimintakan upaya hukum pra-peradilan :

1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan,

2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan,

3. Permintaan gantirugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan (pasal 1 butir 10 jo pasal 77 KUHP);

4. Sah atau tidaknya penyitaan barang bukti (pasal 82 ayat 1 huruf b KUHP)

Siapa saja yang dapat mengajukan pra-peradilan antara lain : Pertama tersangka (mengenai apakah tindakan penahanan terhadap dirinya bertentangan dengan ketentuan Paasal 21 KUHP , ataukah penahanan yang dikenakan sudah melewati batas waktu yang ditentukan pasal 24 KUHP), Kedua Penyidik (untuk memeriksa sah atau tidaknya penghentian penuntutan), Ketiga jaksa penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan untuk memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan  atau penghentian penuntutan, yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan misalnya saksi / korban.

Hasil putusan hakim dari Pra-peradilan ini bersifat final dan tidak ada upaya banding atau kasasi lagi kecuali penolakan atas penghentian penyidikan atau penuntutan dimana proses hukum masih berjalan karena proses penyidikan dan penuntutan masih berjalan. Jika tetap mengajukan banding maka banding harus tidak dapat diterima. Hakim dalam persidangan praperadilan adalah hakum tunggal.

Post a Comment

Berkomentarlah yang baik agar tidak melanggar hukum dan agama

Lebih baru Lebih lama