Salah satu wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah mengamandemen UUD, saat ini komposisi aggota MPR adalah dari anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan anggota DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia).
Sejak era kemerdekaan Indonesia telah beberapa kali terjadi perubahan UUD Negara Republik Indonesia. Amandemen sejak tahun 1998 hingga 2002 terjadi empat kali hingga sekarang ini. Saat ini ada wacana amandemen terbatas UUD 1945 yang berlaku saat ini, dan beberapa tokoh partai menyetujui hal tersebut.
Isu yang di lemparkan antara lain akan adanya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi Negara, dan memungkinkan akan meluas pada isu amandemen yang lain. Namun, disampaikan oleh ketua MPR Zulkifli Hasan menyebut bahwa Amandemen terbatas hanya sebatas GBHN, dan tidak mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi Negara.
Jika memang Amandemen UUD 1945 disepakati oleh anggota MPR, hal itu akan di bahas dan disahkan pada periode yang akan datang.
Amandemen UUD akan mengakibatkan perubahan kewenangan dari instansi atau lembaga yang terkait dengan amandemen tersebut, semisal jika GBHN dihidupkan lagi, maka presiden dalam mengambil keputusan dan kebijakan tidak boleh keluar dari GBHN tersebut. Sebagai contoh, ini hanya contoh ya! Mengenai pemindahan ibukota Negara ke Kalimantan, jika dalam GBHN sudah ditetapkan bahwa “ibu kota Negara dipindahkan ke Kalimantan dalam jangka waktu sekian” maka siapapun presidennya harus menjalankan GBHN tersebut.
Jika amandemen, semisal ini hanya contoh ya! Kewenangan Mahkamah Konstitusi beralih ke Mahkamah Agung, dan MK ditiadakan, maka akan merubah struktur kelembagaan Negara Indonesia. Jadi amandemen akan berpengaruh terhadap kelembagaan Negara, baik eksistensi suatu lembaga Negara maupun kewewenangan dan fungsi dari lembaga Negara itu sendiri, tergantung dari apa yang diamandemen.
Sumber :
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik agar tidak melanggar hukum dan agama